Sabtu, 28 September 2013

Guru yang bully...... Oh No

Bismillahirromanirrohim 

Saya sangat tertegun membaca tulisan  Pak Mario Teguh di wall FB nya beberapa hari yang lalu ; 

Yang lebih buruk daripada teman sekolah yang bully, adalah guru yang bully.
Perhatikanlah perubahan perilaku hati anak-anak Anda, terutama jika mereka tadinya penggembira - kemudian menjadi penyedih karena perlakuan guru yang seolah-olah mengkhususkan kekejaman yang tidak adil kepada anak-anak tertentu. 

Tidak peduli apakah sekolah itu mengklaim diri sebagai yang terbaik, tapi kalau kesibukannya adalah hukum menghukum yang samar dasarnya, periksa kembali harapan Anda kepada sekolah itu.

Ingatlah, bahwa kita dulu bersekolah di sistem yang sederhana di kampung, yang tidak membanggakan diri sebagai kelas dunia – tapi yang sebagian dari kita menjadi Presiden, Menteri, dan konglomerat.

Bukan sekolahnya, tapi muridnya.
Mario Teguh – Loving you all as always 
---------------
Guru yang bully adalah perusak sebaik-baiknya sistem pendidikan.

Kita tak dapat pungkiri dalam keseharian masih saja kita temukan segelintir guru yang bersikap seperti yang di tulis Pak Mario Teguh di wall FB beliau. Beberapa diantara melakukan pembenaran diri dengan dalil "menegakkan disiplin". Padahal menegakkan disiplin itu adalah sebuah ketegasan, dan ketegasan tidak sama dengan kekasaran atau kekejaman.

Ketegasan adalah kesungguhan untuk membangun disiplin, membangun prilaku teratur dan pekerti yang baik pada anak didiknya. Coba kita bayangkan, jika seseorang guru yang selalu menggaungkan untuk sopan bertutur kata, menghargai pendapat orang lain. Tapi apa yang sudah ditanamkan pada anak didiknya, disaat beliau marah tanpa mengontrol dirinya disaat dia marah, tak jarang makian pun terucap, kata-kata kasar pun tak terelak lagi, keangkuhan pun terlihat, disaat dia tak ingin di bantah oleh anak didiknya pada saat menjelaskan sesuatu untuk melakukan pembelaan diri.....mengapa guru berlaku seperti penguasa...?

Memang kita sadari untuk menegakkan disiplin tidaklah gampang, perlu proses.... Proses itu perlu tauladan, perlu sentuhan kasih sayang, perlu kesabaran yang tak berujung. Apalagi siswa SMA usia pencarian jati diri, usia dimana mulai melakukan perlawanan karena ingin keberadaannya diakui dan dihargai, walau kadang tak jarang caranya salah melakukannya. Sangat dibutuhkan kesabaran dan ketulusan  untuk mengarahkan mereka.

Guru memiliki kehidupan yang pelik juga, sehingga sangat diperlukan sikap yang bijak disetiap menghadapi masalah pada anak didiknya. Guru harus mampu mengeyampingkan permasalahan  disaat berhadapan dengan anak didiknya dan itu gak gampang.... Kematangan jiwa dan hati yang lapang yang dapat membuatnya menjadi mudah. Yang perlu kita ingat adalah ....

"Menegur jangan sampai menghina, mendidik jangan sampai memaki"
"Jangan jadikan amarah menjadi api yang menyala dan kata-kata kasar jadi kayu bakar yang akan membakar Amal Ibadah kita"

Saya sebagai guru selalu belajar dari setiap perkembangan jiwa anak didik saya, karena setiap waktu saya selalu menemukan hal-hal yang berbeda, dan saya tak mungkin berhenti belajar dalam mendidik mereka.... Belajar .... Belajar dan terus belajar. Dan menyediakan ruang yang luas di hati agar mampu bertoleran setiap perubahan yang tidak nyaman.

Ya Rabb..... Yang Maha Kuat dan Maha Sabar,
Rahmati upaya kami untuk menjadi pribadi lebih sabar.
Kami mohon mampukanlah kami untuk memilih raut wajah, sikap, suara dan kata-kata yang baik, bahkan saat kami marah. Sehingga kami mampu marah yang tampilnya tidak marah, tapi tegas dalam keanggunan kami dan anggun dalam ketegasan kami. Jadikan kami jiwa yang anggun karena kesabaran kami.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sobat .......Terimakasih ya atas kunjungan dan sapaanya